Selasa, 25 Oktober 2011

New Building, New Dreams, New entertaiment. An Airport.

Empat hari berada di Lombok, menambah banyak sekali pemahaman untuk saya.
Daerah ini benar-benar terasa kering dan tandus. Sistem perairan pada sawah warga sana yang masih menggunakan sawah tadah hujan sepertinya benar-benar membawa warna pada daerah ini. Ya, warna. Warna dalam arti yang sesungguhnya. Dapat dibayangkan jika musim penghujan, areal persawahan akan berwarna hijau, karena padi yang mengembang dan siap panen, cukup air dan matahari. Tetapi pada musim kemarau, areal persawahan dibiarkan tandus, tidak ditanami apapun selain rumput yang mengering.  Panas dan kusam.
Warna daerah ini semakin terlihat kala kemarau semakin panjang. bertambah tandus, coklat dan memerah seolah selaras dengan tipikal fisik penduduk Lombok. mungkin cuaca ini yang membuat mereka terlihat begitu. Tetapi pemandangan jadi berbeda ketika pertama kali aku melihat Bandara Internasional Lombok. Sebuah bangunan megah yang berada di aral gersang. Sebuah Bandara berstandar internasional yang dipadati penduduk lokal. Bukan untuk bepergian keluar kota, tetapi untuk menikmati keberadaan bandara ini.

Berdasarkan pantauan saya, sepertinya bandara inilah satu-satunya gedung beraksitektur modern yang ada di pulau lombok ini. Para penduduk yang memadati bandara internasional lombok ini, tidak hanya berasal dari masyarakat sekitar bandara, tetapi juga mereka yang berjarak cukup jauh dari Bandara. Biasanya mereka menaiki mobil Pick-Up untuk sampai ke bandara, lengkap dengan tiker, bekal makanan dan minumam, berbusana formal, dan membawa mainan untuk anak-anak mereka main.

Pertama kali mendarat di bandara internasional lombok ini, awalnya saya pikir mereka yang berkerumun di luar bandara adalah pengantar embarkasi haji atau TKI. ternyata mereka adalah warga sekitar yang ingin melihat kemegahan bandara, ingin menikmati sebuah fasilitas baru, dan ingin melihat pesawat terbang. Mengingat bandara Selaparang (Bandara Pertama di Lombok) yang terdapat di Kota Mataram berjarak hampir 60 KM dari bandara baru ini. Bandara Selaparang jauh dari jangkauan penduduk pedalaman atau bagi mereka yang tidak tinggal di kota. Bandara Selaparang juga hanyalah sebuah bandar udara lokal yang tidak besar dan tidak dimungkinkan untuk melihat pesawat dari sana.

Sambil menunggu waktu keberangkatan unutk pulang dari Bandara, saya menyempatkan diri untuk melihat aktivitas penduduk Lombok di bandara. Ternyata mereka betul-betul menggunakan bandara ini untuk piknik. Penduduk Lombok mulai memadati bandara mulai pukul 10.00 WITA - 20.00 WITA. Tidak banyak yang mereka lakukan selain duduk-duduk santai menikmati angin kencang dari hamparan tanah yang luas, makan dan minum bekal bawaan mereka sambil mengawasi anak-anak mereka berlari-larian dan melihat pesawat lepas landas ataupun mendarat. Saya cukup terharu melihat pemandangan ini. Saya merasa cukup beruntung bisa menaiki pesawat dan bepergian antar pulau. Mungkin bagi mereka yang berada diluar pagar bandara itu, bisa masuk ke dalam bandara dan naikan kaki mereka di tangga pesawat sudah merupakan mimpi.

Saya jadi teringat pesan yang disampaikan presiden SBY sewaktu meresmikan bandara dan meresmikan kawasan wisata Mandalika, Lombok Tengah. Ia bilang, "sebuah bandar udara bisa menjadi pintu untuk keluar masuknya modal bagi perkembangan perekonomian kawasan". Semoga hal itu juga yang terjadi di Lombok. Sebuah gedung baru yang membawa mimpi baru untuk perkembangan perekonomian khususnya di bidang pariwisata dan pangan, sebuah sarana hiburan bagi penduduk pedalaman di Lombok, sebuah pintu bagi pemerintah untuk memperbaiki pola kehidupan  masyarakat, misalnya dengan membangun waduk-waduk dan saluran irigasi. Sehingga masyarakat dapat bekerja, bertani, dan memproduksi lahan mereka. Mengubah kehijauan Lombok bukan hanya beberapa bulan dalam setahun tetapi menjadi sepanjang tahun. Membuat mimpi menjadi nyata.