Rabu, 25 April 2018

Rumah Bagi PNS

Belakangan ini isu tentang DP 0% bagi perumahan rakyat, merebak bak bunga yang sudah lama kuncup. Gubernur baru DKI Jakarta dalam kampanye pada masa pemilihan kepala daerah tahun lalu mengusung ide ini sebagai bagian dari kampanye. Setelah terpilih, dilihat dari berita-berita di Media Online, memang ada upaya yang mengarah ke upaya pemenuhan rumah rakyat dengan DP 0%.

Bicara soal rumah yang adalah kebutuhan primer dari hidup manusia memang susah-susah gampang. Rumah di Jakarta sekarang mahal bo... generasi milenial yang menghidupi hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang tuanya, kayanya agak mustahil bisa beli rumah layak huni di Jakarta. Layak huni loh ya... bukan rumah seadanya yang penting gak kepanasan dan kebocoran.

Untuk bisa ajukan KPR ke Bank, kita dituntut untuk punya uang DP. Sekitar 20% dari harga rumah untuk rumah second, dan 10% untuk rumah baru dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. Walah klo harga rumahnya 500.000.000 berarti untuk rumah second, harus punya uang 100.000.000 donk, atau minimal 50.000.000 untuk rumah baru. Ingat, syarat dan ketentuan berlaku.

Nah, gimana tuh anak-anak milenial bisa punya rumah klo gaji aja UMR Jakarta 3,6 juta. Mesti kerja berapa tahun ya, sampe tabungan kekumpul 50 juta bahkan 100 juta. ini belum termasuk nasib PNS yang untuk awal kerja gaji CPNSnya cuma 1,9 juta... gilakkk 😓

Eits, tapi tunggu, untuk PNS gak usah cemas, instansimu kerap punya rumah jatah untuk PNS. Rumah jatah yang ditujukan untuk pegawainya yang dapetnya rebutan, gak bisa jadi hak milik dan harus pindah dari sana begitu pensiun. Sekali lagi hela panas... Hmmmm..... tetep mesti beli rumah untuk anak-anak donk, atau nanti sewaktu pensiun kita ngekoss. Balik lagi kaya masih bujangan donks... Kemunduran..

Eits, jangan sedih dulu... PNS punya Bapertarum, uang gajinya selalu dipotong tiap bulan untuk bantuan DP rumah... Huffff, syukurlah. Ini dikasih sama Bapertarum? Iya, dikasih. Cuma-cuma? Iya cuma-cuma. Berapa? 5 juta. Ahhhhhh... tepok jidat, itu sih biaya bayar profisi sama biaya KPR Bank ajahh...

Pupus lagi harapan.

Tanggal 16 April 2018 lalu, ternyata Pemerintah ini peduli juga dengan isu rumah untuk warganya. Presiden dan jajaran menteri yang terlibat mengundang beberapa Dirut BUMN untuk membahas soal perumahan rakyat. katanya ada beberapa pilihan opsi. salah satunya ya dengan DP 0% itu. Selidik demi selidik, DP 0% itu teryata menggunakan program Kredit Tanpa Anggunan yang sudah ada di bank. Memang Jokowi perlu meyakinkan Dirut Bank BUMN bahwa PNS, TNI, Polri ini kan gajian terus walaupun gak performe kerjanya, dan digaji sampai pensiun. mungkin sampe umur 75, tinggal tunggu aja Tuhan berkehendak.

Realisasi dari rapat Presiden itu? ya tunggu aja pemberitahuan dari pemerintah berikutnya. semoga jawabannya pasti dan memberi solusi.

Sisca
25042018

Jumat, 23 Maret 2018

Aku menciptakan kebahagiaanku

Kamus besar Bahasa Indonesia, menyebutkan bahwa bahagia adalah keadaan atau perasaan senang dan tenteram (bebas dari segala yang menyusahkan). Semua dari kita yang hidup di dunia ini pasti ingin bahagia. Menurut saya, justru karena konsep bahagia itu, kita mencari, menciptakan atau '"mendewakan" sesuatu. 

Banyak orang yang mencari kebahagiaan dengan melakukan hal-hal yang dia tau salah, namun tetap dilakukan. Ada juga yang melakukan penyembahan-penyembahan berhala demi kesenagan dan tentram. Bahkan konsep senang dan tentram sering dikaitkan dengan hal-hal seperti, tahta, uang bahkan wanita. 

Kebahagiaan bukan cuma kebutuhan orang dewasa, tapi juga kebutuhan anak-anak. Mereka yang mungkin secara logika, belum bisa memilih baik atau buruk namun sudah bisa menentukan senang dan tidak senang. Bahagia atau tidak bahagia. 

Detik.com menuliskan hasil penelitian para ilmuwan di Universitas Essex dan University College London, Inggris. Mereka berkesimpulan media sosial dianggap memiliki dampak negatif yang lebih besar pada kebahagiaan anak perempuan. Penelitian ini juga meneliti anak laki-laki, namun ternyata dampak negatif media sosial terhadap kebahagiaan anak perempuan, jauh lebih berpengaruh dibandingkan anak laki-laki. 

Tanpa perlu penelitian lebih lanjut, sebagai orang tua yang juga menggunakan media sosial, kebahagiaan kita juga sering kali terpengaruh oleh media sosial kan? Misalnya, iklan tas di laman facebook yang tiba-tiba muncul tanpa diundang, pasti mengajak kita untuk melihat lebih jauh harga tas itu, lalu sadar bahwa tasnya kemahalan lalu mencoba nabung tapi uangnya gak cukup-cukup... Akhirnya kita menyalahkan kondisi keuangan kita sendiri, menyalahkan keadaan kenapa gak punya gaji 2 kali lipat gaji sekarang supaya bisa beli tas. 

Bisa juga, foto-foto instagram yang menunjukan keglamoran kehidupan teman-teman kita yang bikin sakit kepala. Memang benar kata orang tua, iri itu tanda tak mampu. Makanya supaya gak terasa banget gak mampunya... udahlah gak usah punya pikiran iri. Jangankan untuk anak-anak yang belum bisa berpikir rasional. Kita saja manusia dewasa masih suka iri, liat foto-foto instagram orang lain. Lalu menangisi keputusan sendiri. Kita tidak berani cari kerja lagi, upgrade pendidikan, atau lebih parah mencari kambing hitam dengan menyalahkan pasangan hidup karena gak bisa seperti si A yang begini atau si B yang begitu. Jika media sosial bisa berpengaruh buruk bagi kebahagiaan kita yang dewasa, apalagi bagi anak-anak. Hufff... 

Kebahagiaan adalah keadaan atau perasaan senang. Keadaan adalah suasana atau situasi yang sedang berlaku. Berarti, keadaan itu diciptakan oleh kita sendiri... Bahagia adalah pilihan. Sesuatu yang kita ciptakan. Sesuatu yang kita kreasikan. Apapun kondisinya, sekali lagi, kebahagiaan itu diciptakan, bukan anugrah. tapi secara sadar kita memilih untuk menjadi bahagia, atau menjadi sedih. 

Semua ajaran-ajaran, kitab suci, kutipan, mereka guide line, untuk mengajarkan kita menkreasikan keadaan bahagia. Kitanya mau bahagia atau nggak, ya... balik lagi, mau nggak kita menciptakan kebahagiaan itu. Karena cuma kita sendiri yang bisa menciptakan kebahagiaan.. Jangan lupa bahagia.. Jangan lupa bahagia bareng anak, supaya anak-anak gak mainan medsos...  

Kamis, 22 Maret 2018

Balada cari dokter anak...

Menurut gw, cari dokter anak sama susahnya seperti nyari obat yang tepat supaya anak cepet sembuh. Sebagai emak-emak, setiap anak sakit, yang ada dikipiran gw cuma satu, gimana caranya supaya anak gw cepet sembuh dalm sekali minum obat. Walau dari sisi rasional, gw juga tau kalau sesuatu yang instan kaya begitu banyak buruknya daripada faedahnya. 

Tinggal di kawasan kelapa dua depok, rumah sakit pilihan gw sebenernya banyak banget... 
1. RS Tumbuh Kembang
2. RS Bayangkara Brimob
3. RS Bunda Margonda
4. RS Mitra Keluarga Depok
5. RS Hermina Depok
6. RS Tugu Ibu
7. RS Citra Arafiq (Jalan kaki dari rumah)

Dari semua rumah sakit itu, cuma rumah sakit 3,4,5 yang selalu gw percaya untuk bawa anak-anak berobat. Pilihan dokternya juga banyak. Sebenernya gw bukan tipe orang yang fanatik banget sama 1 dokter. Buat gw, anak gw sembuh dengan cara nyaman lebih penting. Komunikasi dokter dengan gw juga penting. Karena Ibu yang tenang akan membawa dampak kepada anaknya selama masa pengobatan. 

Dari tiga rumah sakit yang sering kami datangi kalau cathlyn dan nael sakit, sebenernya RS Bunda Margonda yang paling nyaman. Nyaman dari sisi fasilitas untuk nunggu, gak terlalu banyak orang, gak crowded, antrian obat juga gak penuh, dan kita gak harus bolak-balik ke kasir ambil obat, daftar dan hal-hal ribet lainnya. Staf apotekernya juga ok banget, selalu menjelaskan obat yang diterima secara detail, ditulis ini obat apa, perlu diminum kalau anak kenapa? dan cara nyimpennya gimana, jadi kalau anak ada indikasi yang sama, bisa langsung minum obat sebagai pertolongan pertama. Gw suka, apotekernya. 

Tapi, dokter di RS Bunda Margonda, gak ada yg sampe malam. Paling malem jam 19.00 WIB. Itu pun gw pernah dapet pengalaman kurang menyenangkan karena dokternya teriak-teriak di depan gw, marahin susternya karena susternya masih terima pasien di jam 18.30 WIB padahal dia udah mau pulang. Dan pasien yang dia omongin adalah gw. Langsung gw cabut, pulang di depan tuh dokter. Sejak itu, males ke RS. Bunda Margonda. 

Gw pindah ke RS. Mitra Keluarga, Cathlyn  seneng banget kesana karena dokternya selalu ngasih stiker warna-warni. Bolak-balik inhalasi juga cathlyn mau. Cuma dokternya gak seru untuk mamanya. mungkin karena pasiennya banyak, dokternya kurang komunikatif. Gw baru coba 2 dokter sih, dan keduanya sama.... mungkin harus coba semua dokternya kali ya... tapi, yang paling senep adalah...  antrian bayar dan ambil obatnya parahhh bangett. mungkin karena ini rumah sakit umum ya.. bukan RS ibu dan anak, pasiennya banyak banget, beragam dan apotiknya 1 di lantai 1, jadilah semua obat numpukkkkk... lama... antrian bayarnya juga begitu.. ahhh sebel.. Nunggu lama, bukan cuma anaknya yang sakit, mamanya ikut sakit. 

RS Hermina Depok, sebenernya jauh lebih parah dari dua RS diatas. Bentuk rumah sakitnya udah kaya rumah sakit pemerintah, padahal swasta. Ruang tunggunya sama banget sama rumah sakit pemerintah. Entah karena rumah sakit pemerintah sudah mulai bebenah, atau gw yang salah rasa. Antrian bayarnya juga parah, mau cash atau asuransi, sama aja panjangnya antrian. Belum lagi antrian ambil obat, ahhhh... luar bisa menyiksa. Apalagi, rumah sakit ini menerima pasien BPJS, antrian ambil obat udah kaya pasar, sampe gak ada tempat duduk. Luar biasa nyiksanya... paling nyiksa dibanding dua rumah sakit lain. Staf apotekernya juga luar biasa jutek, hampir seperti no empathy, ditanya-tanya jawabnya males. Mungkin karena pasiennya banyak banget, oma opa yang pake BPJS untuk  berobat banyak banget, mereka nunggu lama untuk antrian obat, jadi staf apoteknya gak mau ngelayanin pasien nanya-nanya obat, mungkin gak tega liat muka-muka oma opa nunggu. 

Tapi, di rumah sakit ini, ada dr. Huda, cuma dokter ini yang first impression-nya  sangat ok. Dia menyambut gw dan cathlyn dengan sapaan bersenandung riang, yang langsung bikin suasana cair, si cathlyn langsung ikutan nyanyi padahal panas tinggi. dr. Huda juga satu-satunya dokter yang gak langsung kasih vitamin untuk nambah berat badan cathlyn yang agak kurang. dr. Huda malah marahin suami gw. Biasanya kalo berat badan anak kurang, ibunya yg ditanya kan? anaknya susah makan? anaknya dikasih apa? anaknya makannya berapa kali sehari? lalu ibunya dikasih PR untuk ubah pola makan, ibunya langsung merasa bersalah (gw). 

dr.Huda sebaliknya, dia langsung marahain suami gw, "Bapaknya makan donk dirumah... suapin anaknya klo lagi makan malem, pake piring bapak. jadi anaknya mau makan malam. Main bentar lalu tidur. Beratnya pasti naik." Si Bapak kaget, baru pertama kali dalam hidupnya, dia dimarahin dokter dan dikasih PR karena berat badan anaknya kurang. Gw, super duper bahagia... akhirnya untuk pertama kalinya, gw gak "disalahin" dan dikasih PR karena berat badan cathlyn kurang ideal. Hufff.... 

Jadi, fix, ke dokter Huda aja... sesuai dengan prinsip, kalau mama happy ngerawat cathlyn dan nael yang sedang sakit, pasti sakit mereka lekas sembuh. Kekurangan dari rumah sakit biarlah itu jadi bagian dari usaha membesarkan anak. Biar Si Bapak aja yg antri bayar dan ambil obat sambil mudah-mudahan merefleksikan kata-kata dokter. Mama dan anak-anak, pulang naik uber 😊